PERSEMBAHAN 3 MALAIKAT
Karya Eka Puspita Sari
“Kenapa ayah jadi seperti ini Ya Allah..
Apa ayah tidak sayang lagi dengan kami...
Mei gak sanggup lagi Ya Allah ... kasihani mei..,
Mei gak kuat .. mei gak kuat .. gak kuat Ya Allah...”
Dalam doa mei menanagis. Dia tidak sanggup lagi menghadapi semua ini . ini terlalu berat untuknya. Penyiksaan batin yang dialami Mei selalau tiada akhir . selalu berujung tangis dari Mei dan kedua adiknya .
Mei menghapus air mata yang jatuh di pipinya . Mei menutup ibadahnya malam itu dengan membaca Al-Qur’an . Pelan sekali Mei membacanya . Ia takut membangunkan serigala tidur . Tapi tiba-tiba ketakutannya berubah menjadi nyata. Pintu kamarnya perlahan terbuka . Mei mencoba untuk tidak mengalihkan perhatiannya dari apa yang dibacanya. Wanita itu tetap berada di tempatnya sampai Mei berhenti membaca .
“heh.. kamu itu ya .., gak liat apa sekarang itu udah jam berapa ??”
“tau !! emangnya kenapa . aku gak ganggu kamu kan ??”
“kamu tahu gak sih!! Ini waktunya istirahat bukan baca yang kayak ginian!!”
Wanita itu menunjuk Al-Quran . Mei membalas dengan sorot mata sengit .
“denger ya , gak usah ngatur-ngatur aku . perbaikin akhlak kamu . jangan pernah ganggu orang ibadah !!”
Wanita itu terdiam . Mei melanjutkan kata-katanya.
“jadi jangan pernah usil sama orang. Pergi sana,aku gak butuh kamu!!
Mei mendorong wanita itu keluar dari kamarnya. Dalam hatinya , Mei merasa puas karna sudah mengalahkan dia malam ini. Tak lama setelah Mei menutup pintu , pintu pun diketuk , ayah .
“ayah ?? ayah kok belum tidur ?”
“kamu apain ibumu sampe nangis gitu ?”
“gak Mei apa-apain kok yah . Mei cuma bilang jangan usil ama Mei”
“jangan usil gimana Mei ? Ibu kamu itu cuma mau liat kamu udah tidur apa belum. Kamu malah marahin dia gitu. Seharusnya kamu gak gitu ama dia Mei , dia itu ibu kamu!!”
“cukup yah !! Mei tegasin sekali lagi !!Ibu mei udah meninggal. Dia udah tentram di surga. Asal ayah tahu ibu sangat merindukan kami untuk bersama dia lagi seperti dulu tapi apa ayah pernah merindukan masa-masa kita dulu ?? mei yakin enggak. Mei juga yakin ayah menginginkan kami cepat pergi dari kehidupan ayah kan??Biar ayah lebih leluasa dengan wanita itu, dan parasit seperti kami ini tidak mengganggu ayah lagi kan?”
Mei terisak . Bulir-bulir air mata mengalir di pipinya . Suaranya terdengar agak sedikit parau dan bergetar. Ayahnya tak mampu berkata apa-apa. Sesaat suasana pun hening seketika.
“Ayah gak punya keinginan seperti itu Mei…,ayah cuma mau kamu perlakuin dia kayak ibu kandung kamu , gak lebih”
“apa ?? ayah minta mei nganggep kalo dia itu ibu? Dia gak pantes yah jadi seorang ibu , dia itu gak cocok buat ayah!!”
Ayah hanya terdiam dan melihat raut wajah anaknya yang berlinang air mata .
“asal ayah tau , Mei ama adek-adek udah coba buat nerima dia tapi dia yang gak pernah nerima kami yah . . , “
Ayah kembali terdiam dan tertunduk. Mei tenggelam dalam linangan air matanya. Sesekali Mei terbatuk-batuk karna terlalu menahan tangis .
“jangan-jangan ayah juga gak tau keadaan 2 anak ayah yang telah ayah terlantarkan?”
Mei kembali menangis saat melihat gelengan ayahnya pertanda bahwa ia sama sekali tidak tahu bagaimana kondisi anak-anaknya .
“Vivi ama Ningsih sakit yah .. .Udah 1 bulan ini Mei ama nenek pulang pergi Rumah sakit. Nenek gak punya uang lagi buat biayai Rumah sakit mereka . Nenek rela yah kerja ngambil cucian tetangga cuma buat beli obat mereka. Tapi , ayah disini gak kekurangan sedikitpun malahan ayah tiap malam foya-foya sama wanita itu. Dan asal ayah tahu , Mei nginep malam ini bukan untuk ngemis yah tapi Mei mau minta uang sama ayah Mei sendiri!!”
Emosi Mei memuncak tak tertahan lagi. Sepertinya Allah telah membuka jalannya untuk tidak bungkam lagi terhadap beban batinnya ini .
“ayah minta maaf mei..,ayah ngaku salah...”
Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut ayah yang dari tadi bungkam . Setetes air mata mengalir jatuh dipipinya.
“ayah terlamat minta maaf sekarang .., vivi ama ningsih udah gak lama lagi akan nyusul ibu ..”
Mei kembali terisak . Mei pun berlalu meninggalkan ayahnya .
“cinta ayah lebih besar kepada wanita itu dibanding cinta ayah sama kami!!”
*****
Setelah kepergian Mei 10 menit yang lalu, ayah Mei masih terdiam. Dia kembali mencerna setiap kata yang dilontarkan Mei kepadanya. Mei anak pertama kesayangannya. Saat Mei kecil dulu , ia pernah berjanji tidak akan membuat Mei menangis. Tapi sepertinya ia lupa dengan janjinya dulu sehingga malam ini hatinya terasa hancur berkeping-keping saat melihat anaknya itu menangis .
Ia kembali ke kamarnya dalam keadaan terpuruk. Vivi dan Ningsih , dua anak kembarnya yang sangat manis. Kini keduanya tak akan lama lagi di dunia ini. Mei pun sudah benci padanya apalagi ibunya .
“bodohnya aku ini Ya Allah .. , aku menyia-nyiakan amanah-Mu..”
Ayah mei terhenti di depan ambang pintu kamar. Tak sengaja ia mendengarkan percakapan istrinya .
”sebentar lagi , 3 tikus-tikus itu akan mati . dan satu kucing ini pun juga akan mati di tanganku!!”
Wanita itu tertawa. Ayah Mei masuk dan mengambil Hp dari tangan istrinya .
“mulai malam ini , Aku talak 3 kau!!”
“biar saya jelasin dulu mas.., saya ...”
“gak perlu kamu jelasin. Kemasin barang-barang kamu sekarang juga dan pergi dari rumahku . PERGIIIII!!!”
Tak sempat berbicara apa-apa , wanita itu diam dan bergegas mengemasi barangnya. Setelah itu , ia pergi. Dan kini tinggal ayah Mei sendiri.
I*****
Vivi dan Ningsih masih terkulai lemas di atas tempat tidurnya masing-masing. Mei menatap mereka dengan berlinang air mata. Sungguh malang nasib mereka bertiga. Ibu sudah tiada dan ayah tidak bertanggung jawab atas mereka.
Mei menatap kening kedua adiknya. Panas. Mei mendadak khawatir. Sudah 1 minggu ini panas mereka naik turun. Mei memanggil neneknya. Malam itu juga Vivi dan Ningsih di bawa ke Rumah sakit .
“sudahlah Mei , apa lagi yang kamu pikirkan?”
Nenek membelai Mei dengan penuh kasih sayang. Nenek tahu apa yang menjadi beban pikiran Mei sekarang. Hampir setiap hari Mei begini. Mata sembab, jarang tersenyum , bahkan raut ceria pun tak lagi ada di wajahnya.
“ Mei tadi marahi ayah nek…”
“emangnya Mei bilang apa sama ayah?”
“Mei cuma bilang kalo Vivi ama Ningsih sakit nek. Terus Mei bilang , kalo Mei ama adek-adek gak mau istri ayah jadi ibu kami…”
Lagi – lagi Mei menangis. Nenek pun membiarkannya menangis. Percuma saja mengajaknya bercerita dalam kondisi seperti ini. Tanpa mereka sadari,sesosok laki-laki bertubuh tinggi dan tegap menghampiri keduanya dan bersimpuh dihadapan nenek.
“maafkan anakmu ini bu..,Prabu emang salah..”
Mei berhenti menangis saat ia tahu bahwa yang datang itu ayahnya.
“ayah ngapain kesini?”
“Mei,kamu gak boleh bilang kayak gitu sama ayahmu”.
Nenek menegur Mei dengan halus.
“maafin ayah Mei...,Ayah bener-bener minta maaf. Ayah janji akan berubah Mei...”
Nada ayah Mei melembut. Ia memegangi kedua tangan Mei.
“percuma ayah berjanji. Mei yakin setelah ini ayah akan kembali seperti dulu dan setelah itu kami akan ayah terlantarkan lagi,menangis lagi,gak makan lagi,gak sekolah lagi,...”
Kalimat Mei terhenti. Mei memegangi tenggorokkanya. Ayahnya pun langsung menggendong Mei ke kamar pasien dan memanggil dokter.
*****
Ketiga anak malang itu terbaring di ranjang yang terbaris rapi. Nenek tak hentinya menyadarkan anaknya yang telah lalai akan tanggung jawabnya. Ia menyesali segala perbuatannya. Ia pun tak berhenti menangis sambil menciumi satu persatu kening anak-anaknya.
“Prabu ,ibu ingin menunjukkan sesuatu padamu. Kemarilah..”
Ayah Mei mendekat. Nenek mengeluarkan sebuah kotak kecil yang senantiasa dibawa Mei. Dipojokkan kanan bawah ada tanda tangan ketiga anaknya dan selembar foto kecil ketiga anaknya ukuran 2x3. Nenek menyodorkan foto almarhumah istrinya. Ayah Mei memandangi foto wanita itu dengan penuh penyesalan. Kemudian , nenek pun mengeluarkan selembar kertas yang bertuliskan tinta biru.
“Ayah..
Mei ,Vivi dan Ningsih gak pernah menyesal udah jadi anak ayah..
Mei juga gak pernah nyesel udah setuju ama pernikahan ayah..
Tapi kami nyesel,kenapa ayah berubah?
Kenapa ayah jadi jahat sama kami..
Mei gak pernah mau marah sama ayah. Tapi kalo Mei gak bilang, Mei sakit hati yah..
Ayah tau gak , kalo kami pengen banget punya ayah yang kayak temen-temen..
“Ayah..
Vivi ama Ningsih juga sama kayak kak Mei ...
Kita bedua pengen ayah kayak dulu lagi , jangan kayak gini..,marah-marah mulu kalo ketemu kami..
“Ayah ..
Kita cuma mau minta maaf kalo udah jadi anak yang bandel dan paling nyusahin ayah..
Kita janji yah , kita gak bandel dan nyusahin ayah lagi kok. Ayah bakalan hidup tenang dan damai.
“Ayah..
Izinkan kami menuju Surga-Nya yang indah..
Ayah melompat dari tempat duduknya. Layar monitor anak-anaknya itu sama. Garis lurus. Percuma. Mereka telah pergi seiring dengan sajak pengantar ketiganya.
*****
Bukan salah kami jika kami pergi ayah..
Allah begitu sayang dengan kami..
Dia menjanjikan keindahan-keindahan yang tidak pernah kami dapatkan dari ayah..
Dia pula selalu menghibur dan membahagiakan kami lebih dari ayah..
Saat terakhir kami..
Kami baru menyadari bahwa kami telah dihadapkan pada sebuah kematian..
Saat kami terbaring sakit dan ayah membacakan sajak pengantar kami...
Saat itu pula ibu menjemput kami dengan sinar kebahagiaan yang sangat mempesona....
Kami sangat senang tapi juga sedih karna harus meninggalkan nenek dan ayah sendirian...
Ayah...
Maafkan kami ..
Kami mendahuluimu..
Kami tunggu ayah dan nenek di surga ..
Kami akan jemput ayah dan nenek lebih dari penyambutan ibu..
Ayah...
Inilah persembahan kami..
Persembahan 3 malaikat...”
-The end-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar