Senin, 09 Mei 2011

Takdir Allah Tidak Kejam

Oleh Ustadz Abu Muslih Ari Wahyudi 
                    Pembaca yang budiman, iman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun dia mengimani rukun-rukun iman yang lainnya. Walhamdulillah banyak diantara kaum muslimin yang telah mengenal takdir, akan tetapi amat disayangkan ternyata masih terdapat berbagai fenomena yang justru menodai bahkan bertentangan dengan keimanan kepada takdir.

          Barangkali masih tersimpan dalam ingatan kita tatkala seorang artis mempopulerkan lagu ‘Takdir memang kejam’ yang sangat digemari oleh sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau, yang menunjukkan betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut mereka bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Dalam mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap muslim yaitu al ‘ilmu, al kitabah, al masyi’ah dan al kholq.
Pertama, Al ‘Ilmu (tentang ilmu Alloh)
Kita meyakini bahwa ilmu Alloh Ta’ala meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan). Alloh Ta’ala berfirman, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Alloh mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Alloh.” (Al Hajj : 70). Alloh sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Kedua, Al Kitabah (tentang penulisan ilmu Alloh)
Kita meyakini bahwa Alloh Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi” (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan ilmu-Nya, Alloh telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang mengetahui apa yang ditulis di Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi. 

Ketiga, Al Masyi’ah (tentang kehendak Alloh)
Kita meyakini bahwa Alloh Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhlukpun yang keluar dari kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (masyi’ah) Alloh, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut dengan Irodah Kauniyah Qodariyah atau Al Masyi’ah. Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah kehendak Alloh yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain Alloh memiliki Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/irodah yang kedua ini terkandung kecintaan Alloh. Maka orang yang berbuat taat telah menuruti 2 macam kehendak Alloh ini. Adapun orang yang bermaksiat dia telah menyimpang dari Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari Irodah Kauniyah. Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji ?. Jawabnya, Tidak. Karena dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh Alloh.

Keempat, Al Kholq (tentang penciptaan segala sesuatu oleh Alloh)
Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan Alloh baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Alloh Ta’ala befirman, “Alloh adalah pencipta segala sesuatu” (Az Zumar : 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Alloh, karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba; yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Alloh. Alloh Ta’ala berfirman, “Alloh-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian” (Ash Shoffaat : 96).
Sumber kesesatan dalam memahami takdir
Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/irodah Alloh. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar kehendak Alloh telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang menunjukkan tentang irodah kauniyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Qodariyah yang menolak takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Alloh telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba yang menyimpang dari irodah syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Jabriyah yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Alloh. Maha Suci lagi Maha Tinggi Alloh dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani irodah syar’iyah dan irodah kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.
Takdir adalah rahasia Alloh
Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka“. Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh ?”. Maka beliau pun menjawab, “Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan” kemudian beliau membaca firman Alloh, “Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna (Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah” (Al Lail :5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.

Pilih mana : Jalan ke surga atau ke neraka ?
Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu memilih jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Alloh”. Umar pun menjawab, “Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Alloh”. Lalu siapakah yang kejam ?. Bukan takdir Alloh yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Wallohu a’lam bish showaab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar